PPID Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Hias

Kementerian Pertanian Republik Indonesia

PPID Balai Pengujian Standar Instrumen Tanaman Hias

PENCEGAHAN PENYAKIT AFRICAN SWINE FEVER (ASF) DI INDONESIA




 

African Swine Fever (ASF) adalah penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 % sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Virus ASF sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap disinfektan.

Saat ini, ada 16 Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara yang terdampak penyakit ASF, diantaranya Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan.

ASF tidak berbahaya bagi manusia dan bukan masalah kesehatan masyarakat. ASF bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis), jadi produk babi dipastikan tetap aman untuk konsumsi.

Tanda-tanda Klinis ASF

1. Kemerahan di bagian perut, dada dan scrotum

2. Diare berdarah

3. Berkumpul bersama dan kemerahan pada telinga

4. Demam (41 derajat Celsius), Konjungtivitis, anoreksia, ataksia, paresis, kejang, kadang2 muntah, diare atau sembelit

5. Pendarahan Kulit Sianosis

6. Babi menjadi tertekan, telentang, kesulitan bernapas, tidak mau makan.

ASF dapat menyebar melalui :

1. Kontak langsung

2. Serangga

3. Pakaian

4. Peralatan peternakan

5. Kendaraan

6. Pakan yang terkontaminasi 

Untuk babi yang terkena penyakit ASF, isolasi hewan sakit dan peralatan serta dilakukan pengosongan kandang selama 2 bulan. 

Untuk babi yang mati karena penyakit ASF dimasukkan ke dalam kantong dan harus segera dikubur oleh petugas untuk mencegah penularan yang lebih luas.

Tidak menjual babi/ karkas yang terkena penyakit ASF serta tidak mengkonsumsinya.

Hingga saat ini, belum ditemukan vaksin untuk pencegahan penyakit ASF.

Penyakit ini merupakan ancaman bagi populasi babi di Indonesia yang mencapai kurang lebih 8,5 juta ekor

 Berdasarkan kajian analisa risiko, ada beberapa faktor yang menyebabkan masuknya ASF ke Indonesia diantaranya melalui 

1. pemasukan daging babi dan produk babi lainnya, 

2. sisa-sisa katering transportasi intersional baik dari laut maupun udara,

3. orang yang terkontaminasi virus ASF 

4. kontak dengan babi di lingkungannya. 

 Langkah strategis utama dalam mencegah terjadi ASF adalah melalui penerapan biosekuriti dan manajemen peternakan babi yang baik serta pengawasan yang ketat dan intensif  untuk daerah yang berisiko tinggi 

 Upaya deteksi cepat melalui kapasitasi petugas dan penyediaan reagen untuk mendiagnosa ASF ini telah dilakukan oleh laboratorium Kementerian Pertanian yakni Balai Veteriner dan Balai Besar Veteriner di seluruh Indonesia yang mampu melakukan uji dengan standar internasional

Sedang dikaji untuk kebijakan ketat terhadap importasi babi hidup dan produk-produk daging babi, terutama dari negara-negara yang tertular ASF

 Pemerintah menghimbau agar provinsi lain dengan populasi babi yang tinggi, seperti NTT, Sulut, Kalbar, Sulsel, Bali, Jateng, Sulteng, Kepri, dan Papua agar waspada dan siap siaga terhadap kemungkinan terjadinya penyakit ASF. Hal penting yang perlu dilakukan antara lain sosialiasi kepada peternak dan advokasi kepada pimpinan daerah terkait ancaman ASF.

Infografis terkait African Swine Fever (ASF) dapat diunduh disini